Bagian 4. Kuning

www.freepik.com

 

Bagian 4.

Aku menghembuskan napas panjang sambil merebahkan tubuhku di atas tempat tidur.

“Capek, my love?” Tanya suamiku lembut.

“Banget!” Jawabku singkat sambil menggerutu.

“Alhamdulillah Nino mau tidur cepat malam ini, jadi aku masih berasa punya waktu untuk istirahat panjang.” Lanjutku.

“Tadi dia merengek terus, adaa aja yang kurang. Sekolahnya juga main-main terus. Disuruh mandi susah banget.” Curhatku kepada suami. Suamiku menyimak dan tidak sedikit juga memotong pembicaraanku. Ia mendengarkan tanpa interupsi.

Ketika aku sudah tidak lagi berkata-kata. Suamiku baru merespon, “Sabar, ya. Nino itu lagi butuh perhatian. Dia tahu ibunya lagi enggak enak hati, jadi dia suka ikut-ikutan rungsing juga.” Suamiku menenangkan sambil menepuk bahuku.

Aku mengatur posisi bantal agar lebih nyaman untuk kepalaku. Aku tidur menghadap arah kanan. Suamiku hanya bisa melihat punggungku dan mengusap-usap punggungku dengan lembut. Dia tahu sekali aku paling merasa tenang ketika di usap-usap.

“Kalau ada lagi yang mau kamu ceritain, aku siap dengerin ya. ” Ucapnya lebih lanjut. Ia tahu, istrinya belum tidur.

Aku membalikkan badan menghadap suamiku.

“Aku udah bener-bener enggak bisa mikir jernih deh. Aku sampai bingung mau mulai ngerjain kerjaan kantor dari mana. Kalau kamu jadi aku, kamu ngapain?” Aku nyerocos frustrasi.

Suamiku tetep diam.

“Bayangin aja, aku harus mikirin perubahan rencana launching, mau ada project organisasi, belum lagi PR ku yang sama Mbak Dian. Aku juga harus bikin artikel untuk bulan ini. Terus diminta nyiapin materi presentasi. Semuanya itu di waktu yang deket, Mas. Kan enggak mungkin aku bisa ngerjain semuanya. Ini bener-bener enggak masuk akal. Buntu aku, Mas!”

Suamiku meraih tangan kiriku sambil mengangguk.

“Kalau memang perlu, kenapa kamu enggak curhat aja ke psikolog tentang masalahmu ini.”

“Ke psikolog? Aku mau ngomong apa?” Tanyaku bingung.

“Ya seperti yang kamu omongin sekarang. Kamu banyak pikiran sampai bingung mau ngerjain apa. Minta aja solusinya.” Jawab suamiku praktis.

 

Lalu ia melanjutkan, “Äku inget dulu kamu pernah bilang ke aku kalau lagi ada masalah, yang penting optimis dulu. Itu kan yang buat kamu suka warna kuning? Warna itu berarti optimis. Kamu kan enggak yakin bisa nanem pohon, terus kamu PD aja. Coba-coba sampai pindahin tanaman ke pot lain, eh kamu bilang tanamannya stress. Terus kamu ajak ngobrol tanamannya, kasih vitamin. Tumbuh tuh sekarang pohon aglo-aglo mu, eh apa namanya, aku lupa? ” Suamiku bertanya sambil tertawa tipis.

Aku mulai tergelitik ingin tertawa juga.

“Aglonema” Jawabku sambil tersenyum.

“Ya tapi sekarang mau optimis aja susah. Yang harus aku kerjain ini enggak realistis!” Responku menunjukkan keraguan.

“Insya allah ada jalan keluarnya ya. Aku bisa bantu apa?” Tanya suamiku lembut.

“Kamu usap-usap aku aja. Aku jadi lebih tenang.” Jawabku pelan.

“Ya udah, sekarang kamu tidur, deh.” Suamiku berkata sambil mengusap-usap punggungku.

 

 

 

 

---bersambung---

 

 

#Writober2021

#RBMIPJakarta

#pohon

#cerpen

#BulanKesehatanMental

 

Comments

Popular posts from this blog

Janji Surya

Bagian 1. Abu Muda