Hidup di Apartemen


Sudah sewindu kami tinggal di apartemen yang berlokasi di pusat kota Jakarta. Kami sengaja memilih unit di lantai dua puluh enam. Gemerlap lampu kota dari balik jendela kamar menjadi pemandangan favorit kami dari ketinggian tersebut. Setiap malam pergantian tahun masehi, kami dapat menikmati kembang api yang berdansa di langit sambil bersantai di kamar. Indah, bukan?

Waktu yang kami tempuh ke lokasi kerja sekitar lima belas menit. Saya ke arah Jakarta Utara dan suami ke arah Jakarta Selatan. Waktu yang singkat itu membuat kami bisa tetap waras dan merasa tetap optimal mengasuh anak. Ketika bulan ramadhan, kami dapat berbuka puasa bersama. Masjid yang berada di basement gedung apartemen, membuat kami nyaman untuk itikaf disana sambil menjinjing bantal, selimut dan sesekali naik ke lantai tempat kami tinggal untuk mengambil mainan anak ataupun menambah perbekalan. Nikmat, bukan?

Pagi-pagi sebelum beraktivitas, kami masih sempat joging di taman apartemen. Tak jarang ketika akhir pekan, kami menghabiskan waktu dengan berenang, main ke mall dan nonton bioskop. Semua dapat dilakukan dengan berjalan kaki. Seru, bukan?

Ibarat Yin-Yang, ada sisi terang dan ada sisi gelap. Kami pasrah dengan tanda cinta yang melekat di kendaraan. Namanya hidup di apartemen, semua fasilitas ya dibagi bersama. Mencari tempat parkir sama sulitnya seperti memasukkan benang ke jarum. Jika mobil sudah dapat lahan parkir, siap siap untuk di dorong maju mundur karena ada mobil lain yang mau lewat. Kemungkinan untuk menggores mobil pribadi tentu sangat besar. Kesal, kan?

Kalau kita belanja online, maka ketukan pintu atau suara dari kurir adalah hal yang ditunggu-tunggu. Tinggal di apartemen membuat kami harus turun ke lobi terlebih dahulu untuk menerima pesanan online. Capek, kan?

Ada kerabat mau berkunjung? Siap-siap tunggu dulu di lobi ya karena tidak bisa langsung ke lantai tanpa dijemput pemilik. Gimana? Harap maklum yah yang mau berkunjung he he...

Terlepas dari suka dan duka tinggal di apartemen, ada satu hal yang kami syukuri yaitu tentang belajar hidup secukupnya. Sejak awal memutuskan tinggal di apartemen, kami tahu itu adalah titik awal kami menjalani hidup secara cukup, tidak berlebihan. Kebiasaan belanja bulanan berubah menjadi belanja bila perlu. Alasannya sederhana, yaitu karena tidak banyak tempat untuk menyimpan belanja bulanan. Perbedaan itu sudah cukup mengubah kami menjadi tidak konsumtif. Kami lebih sadar dengan apa yang ada. Proses ini masih berlanjut, belum sampai titik, masih koma.


#writober

#RBMIPJakarta

#titik




Comments

Popular posts from this blog

Janji Surya

Bagian 1. Abu Muda

Bagian 4. Kuning