Wastra mencintai hidup atau menghidupi cinta?




Dira merebahkan tubuhnya ke sofa bed. Ia kelelahan setelah rapat maraton online, zoom fatigue, begitu kata kebanyakan orang. Meski lelah secara fisik, tapi hatinya puas. Idenya diterima.

Dua belas tahun berkecimpung sebagai analis marketing di industri fashion membuatnya memahami perilaku konsumen. Eits itu tidak seberapa, karena kecintaannya pada wastra nusantara sudah sejak kecil. 

Ia senang mengenakan batik. Ragam batik ada di lemari pakaiannya. Di kamarnya, ada sederet foto dirinya dengan desainer batik, termasuk dengan pembatik senior asal Jawa Barat, Nyonya Kenah yang kini berusia 69 tahun.

***

I’m ready, ungkapnya menyemangati diri sendiri. Ini adalah babak terakhir dari rangkaian presentasi ide branding batik di masa pandemi. Batik dan keberlangsungan hidup adalah warna utama dari ide yang ia tawarkan.

Manajemen utama mulai hadir memasuki ruang meeting zoom. Saat membuka rapat, Pak Dhen, begitulah karyawan menyapa pimpinan tertinggi perusahaan, menyampaikan bahwa ia mengundang tamu istimewa untuk hadir. Tamu ini akan memberi sentuhan berbeda pada karya tetapi Pak Dhen yakini masih sejalan dengan konsep branding yang ditawarkan.

“San, tolong kasih kode zoom ini ke Ruli ya” perintah Pak Dhen pada sekretarisnya.

Tak lama kemudian, seseorang yang disebut Ruli ini menyapa semua yang hadir. Begitu ia menyalakan video, jantung Dira seperti berhenti. Inikah Ruli yang ia kenal? Haruskah ia presentasi di depan Ruli? Mantan kekasihnya yang selalu terganggu dengan koleksi dan kesukaan Dira terhadap batik?

Dira tak bisa berkata-kata. 

Pesan singkat masuk di gawai Dira. 

Pesan dari Ruli. “Aku sudah berubah, Ra. Aku mengikuti kiprahmu. Do your very best this morning ya”

Pikiran Dira tak karuan. Batik dan keberlangsungan hidup. Apa ini berarti keberlangsungan kisah cintanya juga?


#writober

#RBMIPJakarta

#wastra


Comments

Popular posts from this blog

Janji Surya

Bagian 1. Abu Muda

Bagian 4. Kuning