Cangkir kopi untuk Nabile




Matanya bengkak setelah semalaman menangisi dirinya. Nabile tak sangka ia gagal masuk perguruan tinggi. Ia merasa gelap akan masa depannya. Maksud hati ingin membuktikan kepada orang tuanya bahwa ia mampu, tetapi gagal semua. 

Nabile sudah membayangkan dirinya sibuk mengikuti perkuliahan arsitektur dan malamnya mulai menekuni bisnis kulinernya. Sekarang apa? Apa kata ibu dan bapak kalau aku hanya sibuk dengan bisnis kuliner? Hanya lulusan SMA? Kacau!


***

Ayam telah lama berkokok, matahari tak lagi mengintip, tapi Nabile tetap berada dalam kegelapan kamarnya. Ia tak berani keluar kamar. Ia tak siap dengan pertanyaan ibu dan bapak.

***

Pintu kamar terbuka. Sinar mentari hangat masuk ke kamarnya. Ibunda Nabile masuk ke kamar membawakan secangkir kopi.

“Nabile, sudah satu jam Ibu tunggu kamu sarapan. Tumben sekali. Sampai kopinya dingin lho. Masih mau diminum atau ...” tanya ibu menggoda.

“Yasudah ibu taruh kulkas ya. Ibu tambahkan gula aren kesukaanmu, jadi deh ice coffee favorit ya kan. Kata anak Ibu, ga ada yang sia-sia. Kopi yang sudah ga panas lagi tetap bisa dinikmati dan berubah wujud menjadi ice coffee favorit”.

***

Ibunda beranjak dan meninggalkan secarik kertas. Nabile membacanya “secangkir kopi yang Ibu biasa buatkan menandakan pagi sudah tiba. Kalau kamu masih bisa terbangun dan menikmatinya, bersyukurlah. Itu berarti ada harapan lagi untukmu. Sekarang mandi. Ibu ga bisa tidur dengar kamu nangis semalaman”


#writober2020

#RBMIPJakarta

#pagi



Comments

Popular posts from this blog

Janji Surya

Bagian 1. Abu Muda

Bagian 4. Kuning