Kejutan dari pandemi


 



Genre : Fiksi


“Anita, mulai bulan depan, giliranmu adalah shift dua ya”

“Baik, Pak.” Jawab Anita sigap meskipun hatinya tak bisa menerima keputusan ini.

Shift dua berarti jadwal bekerjanya dimulai pada pukul 15.00 dan berakhir pada pukul 23.00 WIB. Dia pun meramal jam pulangnya bisa di atas tengah malah. Proses tutup buku setiap harinya butuh waktu panjang karena harus memastikan jumlah uang di tangan sudah sesuai dengan pencatatan di sistem. Sebagai kasir, beberapa kali ia harus merogoh kantongnya sendiri untuk menambah selisih uang kas agar angkanya sama dengan pencatatan sistem.

Bayangan sosok laki-laki bungkuk yang mengendarai motor terlintas jelas di pikirannya. Laki-laki itu pasti akan bersikeras menjemput anak gadis semata wayangnya itu. Ia akan setia menunggu sampai tengah malam di terminal yang penuh dengan asap rokok. Ah, tak mungkin aku tega membuat Ayah menungguku larut malam, batin Anita. Ia lantas mengundurkan diri.

***

Gaji terakhir itu ia gunakan sebagai modal usaha. Sebagian besarnya, ia simpan di guci berwarna merah. Iya ingat perkataan Ibunya “kalau punya rezeki, simpan di guci merah ini ya, Nduk. Ini kunci untuk masa depanmu. Kalau Ibu dan Bapak sudah tidak mampu kasih kamu duit, kamu atur dari yang ada di guci merah ini”.

***

Notifikasi whatsapp di gawainya banyak sekali.

“Gimana?” tanya Ayahnya sepulang dari kantor mengagetkan konsentrasinya.

“Alhamdulillah, banyak yang pesan kurma hari ini, Ayah”

“Syukurlah. Kamu jaga hubungan baik dengan Ibu pemilik bisnis kurma ini ya, biar pesananmu selalu dipenuhi. Satu bulan lagi kan Ayah pensiun, setidaknya bisnis ini bisa menjadi penerus untuk mengumpulkan pundi-pundi yang kita butuhkan. Pokoknya kuliahmu harus sampai lulus ya”.

“Iya, Ayah.” Jawabnya tersenyum sambil menatap guci merah. Ia ingat Ibunya.

***

Pesan di whatsapp membuatnya sedih. Sejak pandemi melanda Indonesia, pemerintah menghentikan beberapa pasokan barang dari luar negeri. Hal ini berdampak pada usahanya berjualan kurma. Ibu Retno, pemilik bisnis kurma tidak bisa mendapatkan kurma dari Arab Saudi, maka Anita tak bisa lagi berjualan kurma.

Berita meningkatnya kasus COVID di Indonesia membuatnya cemas dan makin waspada. Meski demikian, hal itu tidak menyurutkan niatnya untuk mencari pekerjaan. Ia peluk guci merah. Ia tak ingin mengambil sepeser pun saat ini. Belum saatnya, ucapnya dalam hati.

***

“Anita, saya dengar kamu mengajukan cuti semester ini karena mau bekerja, apa benar?” tanya Mira, dosen yang cukup akrab dengannya.

“Iya, Bu.”

“Teman saya butuh asisten untuk usaha yang lagi dirintisnya membuat masker kain, kamu tertarik?”

Tanpa pikir panjang, Anita langsung menjawab bahwa ia tertarik. Belakangan ia mengetahui bahwa untuk bekerja disana, ia harus menempuh perjalanan 1 jam 30 menit. Ia jalani hal ini sebagai bagian dari ikhtiar. Ia percaya, tidak ada yang mudah untuk mewujudkan cita-cita. Butuh pengorbanan dan kesabaran. Kembali ia teringat ibunya, ia rindu sekali.

***

Satu bulan sudah ia bekerja sebagai pembuat masker kain. Keahliannya bertambah yaitu membuat pola dan menjahit.

“Nita, pekan depan saya tidak bisa mempekerjakan kamu lagi. Suami saya bertugas mengawal TKI yang dipulangkan karena pandemic. Ada 10 orang yang tidak jelas identitasnya, rumah kami akan dijadikan tempat penampungan sementara. Jika situasinya sudah kondusif, saya akan lanjutkan lagi usaha ini”

Hatinya merasa terpukul, namun ia harus menerima keputusan itu. Hidup baginya berjuang dan berjuang. Ia menyelesaikan pekerjaan terakhirnya dan pamit pulang.

***

“Anita, ayah tidak bisa menghubungimu. Kok telepon Ayah tidak diangkat?”

Nita sadar HP nya tertinggal.

***

“Assalamu’alaikum, Bu Riri maaf sepertinya HP saya tertinggal Bu.”

“Oh begitu, masuk dulu Nita. Kamu masuk lewat samping  ya. Di ruang tengah lagi banyak TKI yang sudah tiba. “

Ada rasa enggan di diri Nita untuk masuk ke rumah itu. Tentu saja ia merasa tidak aman, apalagi TKI itu dari luar negeri. Saat masuk ke rumah melalui pintu samping, entah kenapa ia seperti dipanggil mendekat kerumunan tersebut.

Sesosok wanita tua, dengan kerudung seadanya, menarik perhatiannya.

Mata keduanya bertemu.

Nita meneteskan air mata. Setelah tujuh tahun hilang kontak dengan ibunya, ia merasa bahagia. Perjuangan belum usai, bertemu Ibu nya menjadi kebahagiaan tersendiri. Betapa Ibunya tentu merasa merdeka sekali saat ini. Entah perjalanan apa yang ditemui selama ini. Selamat datang di Indonesia, Bu. Ayah menanti di rumah. Kami rindu Ibu.

***

 

 

Kerangka

-        Anita mendapat informasi perubahan shift kerja menjadi shift 2

-        Ia memutuskan memulai usaha sendiri sebagai reseller oleh-oleh dari Arab Saudi

-        Pandemi melanda membuat suplier tidak bisa memasok barang

-        Ia pun tahu diri dan memutuskan cuti kuliah di semester depan sambil mengumpulkan biaya

-        Peluang kerja datang, setelah serangkaian proses, ia diterima kerja

-        Hari ini tepat di hari kemerdekaan sudah sebulan ia bekerja, pemilik usaha tempatnya kerja harus menutup toko 

-        Perjuangan belum berakhir dan Anita mendapatkan kejutan

 

 

 

Comments

Post a Comment

Hi,
Terima kasih sudah berkunjung. Semoga bermanfaat ya tulisannya ^^

Popular posts from this blog

Janji Surya

Bagian 1. Abu Muda

Bagian 4. Kuning